31 Oktober 2008
(BUKAN) TENTANG AKU
Aku hidup dalam stagnansi dan kehampaan. Hidupku bergoyang hanya jika tertiup angin. Layu jika hujan tidak datang. Tidak makan jika matahari tidak memberi. Tapi aku dapat tertawa, marah bahkan menangis. Tapi apa kau tahu mengapa aku tertawa, marah atau menangis? Bahkan aku sendiripun tak punya alasan. Yang aku tahu aku tertawa, marah ataupun menangis bukan karna aku harus tertawa, marah atau menangis. Aku melakukan semua itu karena mereka tersedia. Aku sadar benar bahwa aku dibekali banyak topeng sejak aku lahir. Dan aku harus merawat topeng-topeng itu dengan sebenar-benarnya. Tak ada cara lain selain memakai mereka silih berganti. Lagipula hanya topeng-topeng itu permainan yang dapat aku mainkan, walau kadang mereka yang mempermainkan aku. Karena sutradara kehidupan hanya membekaliku topeng-topeng itu agar aku dapat bertahan sampai scene terakhir aku lakonkan.
Aku hilang tertiup angin dan tenggelam dalam hitam. Tak ada yang harus disesali. Aku berteman baik dengan angin. Tapi hitam racun bagiku. Suatu scene angin meniupku dengan lembut sampai aku tertidur. Aku terbangun kala angin meniupku begitu kencang. Lalu aku sadar, ini scene terakhir yang harus aku lakonkan karena hitam telah mengepungku. Akhirnya topeng terindah yang belum pernah kupakai harus aku pakai. Aku harus memukau, karena ini kali terakhir aku berlakon pada panggung kehidupan. Topeng kegelisahan.Karena doktrin yang menumpuk diotakku tak pernah membuatku gelisa.
Pemerintah Batasi Impor Barang Konsumtif
Pemerintah juga akan menyiapkan insentif untuk meningkatkan ekspor. Mendag juga mengatakan bahwa peningkatan ekspor bisa dilakukan melaui peningkatan daya saing, memperlancar arus barang seperti di pelabuhan dan reformasi birokrasi. Langkah-langkah tersebut saat ini masih tahap pembicaraan. "Mungkin dapat diadakan insentif atau dorongan khusus untuk mendorong ekspor. Saat ini sedang dalam pembicaraan," katanya
Krisis AS Tak Turunkan Target Ekspor 2008
Demikian dikemukakan Mendag Mari Elka Pangestu melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (7/10/2008).
Mendag menjelaskan pasar ekspor Indonesia telah meluas. Selain itu penurunan harga dan permintaan komoditi telah diperhitungkan sejak awal tahun sehingga target ekspor nonmigas tahun 2008 sebesar 12,5 persen diperkirakan masih bisa tercapai.
"Tujuan pasar ekspor Indonesia telah semakin terdiversifikasi, sehingga peran Amerika Serikat dan Uni Eropa semakin menurun. Oleh sebab itu, dampak langsung dari krisis finansial di Amerika Serikat tersebut belum begitu dirasakan," katanya.
Mendag menjelaskan, bahwa upaya diversifikasi pasar telah dilakukan dalam lima tahun terakhir. Tujuan ekspor ke Eropa turun dari 17,1 persen pada 2003 menjadi 13,9 persen pada pertengahan tahun 2008. Dalam kurun waktu yang sama, ekspor AS turun dari 14,7 persen menjadi 11,6 persen. Sedangkan ke Asia, Jepang dan Singapura cukup stabil. Namun tujuan ekspor ke Asia emerging countries cenderung meningkat.
Ekspor ke Jepang tercatat dari 14,4 persen menjadi 12,5 persen, ke China dari 5,9 persen menjadi 7,6 persen, ke India dari 3,4 persen menjadi 6,5 persen dan ke Singapura dari 10,1 persen menjadi 9,8 persen.
"Diversifikasi pasar akan digalakkan guna mengantisipasi resesi di AS dan Eropa serta kemungkinan terjadinya penurunan pertumbuhan negara-negara Asia karena resesi di negara-negara maju," jelas Mendag
Pariwisata Yogya Belum Terpengaruh Krisis AS
YOGYAKARTA, Krisis keuangan yang terjadi di Amerika belum memengaruhi kunjung-tinggal wisatawan di kantung-kantung wisatawan asing di Yogyakarta. Namun begitu, penyedia jasa wisata meyakini krisis yang terjadi lambat laun akan berimbas ke dalam negeri jika tidak segera tertangani.
Mereka berharap ada langkah-langkah antisipasi dari pemerintah, meski pemulihan wisata akibat krisis keuangan jauh lebih mudah dibanding pengaruh masalah keamanan oleh pelaku terorisme.
Sejumlah pemilik hotel, penginapan, dan restoran di Jalan Prawirotaman dan Sosrowijayan, keduanya merupakan kantung wisatawan asing, terutama kaum backpacker, Jumat (10/10), mengatakan wisatawan asing masih berdatangan. Mereka berasal dari Eropa, Amerika, dan Asia dengan lama tinggal dua hingga lima hari.
"Pemesanan kamar memang berkurang, namun pembatalan tidak ada. Jika biasanya reservasi mencapai 5-7 buah per hari, akhir-akhir ini kurang dari jumlah itu," ujar Joko Pilantoro pemilik hotel dan penginapan Duta di Jalan Prawirotaman.
Menurut Joko, dari hasil pembicaraannya dengan beberapa wisatawan yang menjadi tamunya, krisis dapat mengakibatkan uang yang beredar di pasar berkurang, perdagangan lesu, dan akhirnya minat orang untuk berwisata kian menurun.
Diakuinya hampir semua wisatawan yang saat ini berada di Prawirotaman adalah mereka yang telah melakukan pemesanan kamar sejak lama atau telah berada Indonesia sebelum krisis keuangan itu terjadi. "Telah menjadi kebiasaan di Prawirotaman bahwa seorang wisatawan bisa memesan kamar beberapa bulan atau bahkan satu tahun sebelumnya," ujar Joko.
Pendapat senada disampaikan M Faisal, pemilik eFeM Resto, di Jalan Sosrowijayan yang berada di dekat Jalan Malioboro. Menurutnya, setelah peristiwa bom Bali musim kunjung-tinggal wisatawan ke Sosrowijayan berkurang, dari biasanya tiga bulan menjadi dua bulan. Biasanya, musim kunjung tinggal paling ramai Juli-September.
"September kemarin sudah mulai sepi. Untuk saat ini, saya kira kunjungan wisatawan masih normal karena sekarang memang sedang low season. Desember nanti, mungkin akan naik lagi. Krisis di Amerika saya kira belum banyak berdampak," katanya.
Manajer Dusun Jogja Village Inn di Jalan Menukan, Karangkajen, sekaligus sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Yogyakarta Herman Tony mengatakan orang asing memiliki kebiasaan yang tidak dipunyai orang Indonesia. Mereka selalu memiliki rencana perjalanan wisata yang terprogram.
Mungkin, krisis ini membuat mereka harus menjadwal ulang rencana perjalanannya. "Kami, dari PHRI hingga kini juga belum memeroleh informasi dari anggota apakah dunia pariwisata di Yogyakarta sudah terpengaruh. Kami akan mencari tahu berapa banyak kamar yang dibatalkan," katanya.
Krisis AS Bakal Goyang Industri TI?
Tahun 1999-2000 adalah tahun-tahun penuh ketidakpastian bagi industri teknologi. Pada saat itu adalah puncak kejayaan sekaligus awal keruntuhan kekuatan ekonomi baru yang disebut 'dot com bubble'.
Kejatuhan itu menyebabkan pengangguran dan bahkan gulung-tikar-nya beberapa perusahaan. Meski demikian, banyak perusahaan yang tetap bisa bertahan hidup sampai saat ini.
Krisis finansial yang kini melanda Amerika Serikat mau tidak mau membangkitkan lagi kenangan pada 'keruntuhan dot com' tersebut. Akibatnya muncul beberapa spekulasi bahwa dampak krisis itu akan menyebabkan 'keruntuhan dot com episode dua' atau bolehlah disebut 'keruntuhan dot com 2.0'.
Jim Kerstetter dari Cnet, yang dikutip Senin (6/10/2008), mencoba menguraikan dampak krisis saat ini terhadap industri teknologi. Menurut Jim, krisis finansial ini lambat laun pasti akan berdampak pada industri teknologi informasi. Tapi seberapa jauh?
Kekacauan Finansial
Faktor pertama yang akan menyumbang pada kekacauan di industri TI, tulis Jim, adalah kekacauan finansial. Ini mencakup anjloknya harga properti yang membuat jaminan berupa properti menjadi tidak bernilai, keruntuhan saham di bursa (terutama Wall Street), seretnya keran kredit dari institusi pemberi pinjaman hingga lemahnya aktivitas modal ventura.
Sebagai contoh, seretnya aliran dana kredit perbankan akan membuat perusahaan besar kesulitan mencari dana jika hendak melakukan ekspansi, termasuk ekspansi infrastruktur teknologi mereka. Sulitnya kredit juga akan menghambat perusahaan teknologi pemula (start-up).
Contoh lainnya, aktivitas modal ventura periode ini menurun. Padahal modal ventura adalah salah satu 'mesin penggerak' utama ekonomi di industri TI.
Jim mencatatkan hanya ada 56 transaksi modal ventura terkait teknologi dengan nilai total USD 4,7 miliar pada kuartal kedua 2008. Bandingkan dengan 97 transaksi dengan nilai USD 8,8 miliar di periode yang sama tahun 2007.
Lebih lanjut, papar Jim, sudah bisa dipastikan belanja TI di industri keuangan akan sangat rendah. Teknologi akan memiliki prioritas rendah dalam anggaran perusahaan keuangan.
Tak Ada Jalan Keluar
Banyak perusahaan teknologi pemula yang bisa bertahan --dan pendirinya tak menjadi bangkrut-- dengan mengambil 'jalan keluar'. Biasanya exit strategy ini mencakup merger, akuisisi (oleh perusahaan besar), penawaran saham ke bursa publik alias Initial Public Offerings (IPO) dan Leveraged Buyout.
Akuisisi dan meger di industri teknologi, menurut Jim, hanya mencapai 691 transaksi senilai total USD 37 miliar pada kuartal ketiga 2008. Padahal pada 2007, periode yang sama mencatatkan 822 transaksi dengan nilai total USD 58 miliar.
Artinya? Lebih sedikit perusahaan teknologi yang berminat melakukan merger dan akuisisi. Salah satu sebabnya konon adalah seretnya aliran dana kredit.
Sedangkan IPO juga sedang lesu seiring kondisi lantai bursa yang tak stabil. Bahkan menurut Jim, sejak 'keruntuhan dot com' di 2000, pasar bursa cenderung emoh dengan IPO perusahaan teknologi.
Leveraged Buyout (LBO) adalah pembelian perusahaan yang sedang 'sekarat' untuk kemudian diperbaiki dan dijual lagi dengan harga lebih tinggi. Diperkirakan banyak perusahaan pemain LBO yang memilih untuk berhati-hati dalam kondisi finansial saat ini.
Kesimpulannya
Jim menuliskan, pada akhirnya, industri TI akan mengalami kelesuan. Perusahaan yang memiliki dana segar harus bertindak cerdas dan menjaga aset tersebut. Sedangkan mengandalkan dana dari kredit atau modal ventura akan seperti 'merindukan hujan di padang pasir'.
Meski demikian, industri TI terutama yang berbasis web diyakini tak akan mengalami keambrukan separah 'keruntuhan dot com' di 2000. Alasannya? Kekacauan tidak berasal dari dalam industri TI, tak banyak dana publik di industri TI saat ini dan kebanyakan perusahaan dot com 2.0 hati-hati dalam menggunakan uang mereka.
Di sisi lain, resesi yang kemungkinan terjadi di AS dikhawatirkan akan menyebabkan banyak konsolidasi. Kelesuan pun diyakini tak bisa dihindari dan mungkin bisa berlangsung cukup lama.